Jamaah Jum’at yang berbahagia.
pada jum’at yang berbahagia ini, mari kita memanjatkan puji
serta syukur pada Allah yang sudah memberikan kemampuan pada kita berbentuk
kesehatan, untuk mencukupi panggilannya, yakni menunaikan ibadah shalat jum’at.
shalawat serta salam kita berikanlah pada nabi besar muhammad shallallaahu
alaihi wa salam yang sudah menuntun umat manusia dari jahiliyah, yang penuh
kegelapan menuju islam yang terang benderang, serta juga pada beberapa
sahabatnya dan beberapa generasi setelah itu yang memperjuangkan islam sampai
akhir zaman kelak.
mari kita keduanya sama menambah rasa taqwa kita pada allah
yang senantiasa lihat gerak-gerik kita, dengan sebenar-benar takwa, dengan
menggerakkan perintahnya serta menjauhi larangannya.
didalam peluang ini, saya sebagai khatib pingin mengulas
sesuatu tema yang amat mutlak sekali serta diperlukan oleh umat islam yakni : Kewajiban
kita berpartisipasi dalam dakwah Islamiah.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Sebelum membicarakan pokok permasalahannya, sebaiknya kita
memahami: Apa itu dakwah? Dakwah secara bahasa adalah berarti seruan, dan
ajakan (kamus Ash Shihah 6/2336, kamus Mu’jamul Wasit 1/286). Adapun menurut
istilah pengertiannya banyak sekali, di antaranya adalah menurut syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, Dakwah adalah mengajak seseorang agar beriman kepada Allah dan
yang dibawa oleh para rasulNya dengan cara membenarkan apa yang mereka
beritakan dan mengikuti apa yang mereka perintahkan (Majmu’ Fatawa oleh Syaikul
Islam Ibnu Taimiyah 15/157).
Semua umat Islam sepakat bahwa dakwah adalah amalan yang
disyariatkan dan masuk kategori fardhu kifayah. Tidak boleh kategori diabaikan,
diacuhkan, dan dikurangi bobot kewajibannya. Hal itu disebabkan terdapat banyak
perintah dalam Al-Qur’an dan As Sunah untuk berdakwah dan amar ma’ruf nahi
mungkar, seperti firman Allah:
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebaikan, memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang mungkar.” (Ali Imran:104).
Ayat ini bersifat umum dan merupakan kewajiban atas
setiap individu untuk melaksanakannya disesuaikan dengan kemampuan
masing-masing. Huruf (من) disitu berarti penjelas. Kalau menjadi penjelas maknanya
jadilah kamu wahai kaum mukminin sebagai umat yang menyeru kepada kebaikan,
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar (lihat Jami’ul
Bayan oleh At-Thabary 4/26). Atau sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh
Ibnu Katsir, maksud dari ayat ini adalah jadilah kamu sekelompok orang dari
umat yang melaksanakan kewajiban dakwah. Kewajiban ini wajib atas setiap
muslim, sebagaimana hadits shohih yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
dari Abu Hurairah, telah bersabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam ,
“Barangsiapa yang melihat kemungkaran, maka hendaklah ia mengubah dengan
tangannya, kalau tidak mampu, hendaklah mengubah dengan lisannya, kalau tidak
mampu hendaklah mengubah dengan hatinya, dan itulah selemah-lemah iman.” Dan
pada riwayat lain, “Dan setelah itu tidak ada iman sedikitpun.” (Lihat Tafsil
Al-Qur’an Al-‘Azhim, oleh Al-Hafizh Ibnu Katsir, 1/390).
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Ingatlah, wahai kaum muslimin bahwa dakwah Ilallah merupakan
kewajiban yang disyari’atkan dan menjadi tanggung jawab yang harus dipikul kaum
muslimin seluruhnya. Artinya setiap muslim dituntut untuk berdakwah sesuai
kemampuannya dan peluang yang dimilikinya. Oleh sebab itu wajiblah bagi kita
untuk semangat berpartisipasi dalam berdakwah menyebarkan Islam ke mana saja
dan di mana saja kita berada.
Dakwah dan amar ma’ruf merupakan prasyarat khairu ummah.
seandainya umat ini tak mau berdakwah, maka akan mengalami kerugian dan
kemunduran dalam pelbagai aspek kehidupan. Sebab mulianya umat dengan dakwah,
dan kerugiannya akibat meninggalkan dakwah. Allah berfirman:
”Kamu semua adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia
menyuruh kepada yang ma’ruf, mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada
Allah.” (Ali Imran: 110).
Jadi dalam ayat ini dijelaskan bahwa Allah akan memberikan
predikat yang terbaik kepada umat manusia bila memenuhi tiga syarat yaitu:
1. Menyuruh kepada
yang ma’ruf
2. Mencegah dari
yang mungkar, dan
3.
Mau beriman kepada Allah. Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Dakwah merupakan pekerjaan terbaik, hal itu sesuai dengan
firman Allah:
“Siapakah yang lebih baik perkataannya dari pada orang yang
menyeru kepada Allah, mengerjakan amal shalih dan berkata sesungguhnya aku
termasuk orang-orang yang berserah diri.” (Fushshilat: 33).
Adapun orang yang berdakwah karena hanya ingin mengharapkan
ridha Allah dalam dakwahnya, maka Allah akan memberikan padanya balasan yang
setimpal. Hal itu sesuai dengan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam :
لِأَنْ يَهْدِيَكَ اللهُ
بِكَ رَجُلاً وَاحِدًا خَيْرٌ لَكَ مِنْ أَنْ يَكُوْنَ لَكَ مِنْ حُمُرِ النَّعَمِ.
(رواه مسلم).
“Sungguh jika Allah memberi petunjuk kepada seseorang melalui engkau (dakwah
engkau) maka itu lebih baik bagimu daripada engkau memiliki onta merah.”
(Hadits shahih riwayat Muslim dalam kitab fadha’il, no. 2406).
Jadi, karena dakwah merupakan perbuatan terbaik dan pelakunya
akan dibalas dengan balasan yang besar. Maka dengan segera Rasulullah tetap
tegar dalam dakwah, walau diganggu, dipersulit dan meskipun akan dibunuh
tidaklah hal itu menghalangi beliau dalam berdakwah demi tegaknya dien Islam.
Para da’i hendaknya menyadari bahwa ancaman, intimidasi, dan
teror serta ancaman bunuh dari musuh adalah sunnatullah yang sudah dialami para
nabi sebelum Nabi Muhammad dan hal itu akan berlanjut sampai hari Kiamat.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Marilah kita sejenak merenung dan meresapi untaian di bawah
ini. Apa yang dialami Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan para sahabat
dalam berdakwah? Mereka disiksa, diteror ada yang dibunuh, bahkan ada pula yang
diembargo ekonomi dalam jangka waktu yang lama. Mereka sempat makan
rumput-rumputan dan daun-daunan hingga mulut dan lidah mereka pecah-pecah.
Apa yang dialami Imam empat yang terkenal itu?
Imam Abu Hanifah, beliau dijebloskan dalam penjara gara-gara
berdakwah dan mengatakan yang haq itu haq dan yang batil itu batil.
Imam Malik, karena menegakkan kebenaran beliau rela dipukuli
sampai kedua tulang belikat beliau hampir lepas karena kerasnya pukulan.
Imam Syafi’i, gara-gara membela kebenaran beliau dimasukkan
bui dan mau dibunuh oleh raja pada saat itu.
Imam Ahmad bin Hanbal, yang pada zamannya ada fitnah dari
kaum mu’tazilah bahwa Al-Qur’an adalah makhluk Allah. Akhirnya, beliau
menyatakan bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Allah bukan makhluk. Dari pernyataannya
yang tegas itu, beliau dimasukkan bui dan dicambuk beberapa kali, hingga
sebagian algojo yang menyiksa beliau membuat kesaksian dengan mengatakan, bahwa
Imam Ahmad dicambuk sebanyak delapan puluh kali, jikalau gajah dicambuk seperti
itu maka akan mati terkapar. Maka beliau terkenal dengan sebutan Imam
As-Sunnah, karena membela sunnah Rasul Shallallaahu alaihi wa Salam dan Al-Haq.
Lalu apa yang diderita Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan
muridnya yang terkenal yaitu Syaikhul Islam Ats-Tsani Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah?
Ibnu Taimiyah, karena berdakwah dan membela kebenaran, beliau
rela masuk penjara, tak sempat menikah hingga beliau mati dalam penjara.
Kata-kata beliau yang cukup terkenal yang patut kita ambil pelajaran:
“Apakah yang akan
diperbuat musuh-musuh kepadaku?
Jika aku dipenjara, penjaraku adalah khalwat (untuk beribadah pada Rabb).
Jika diasingkan, pengasinganku adalan tamasya.
Jika aku dibunuh, kematianku adalah syahadah.
Jika aku dipenjara, penjaraku adalah khalwat (untuk beribadah pada Rabb).
Jika diasingkan, pengasinganku adalan tamasya.
Jika aku dibunuh, kematianku adalah syahadah.
Itulah kata-kata beliau dalam tekadnya membela kebenaran.
Siapakah yang mampu menundukkan orang-orang yang segala
alternatif perjuangannya adalah serba baik, sebagaimana beliau? Tidak ada,
kecuali Maha Perkasa yang dengannya justru menaklukkan manusia ke dalam
lindungan syari’at Islam nan agung dan penuh rahmat (Lihat buku Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah oleh Abul Hasan An-Nadawi).
Ibnul Qayyim, dalam membela kebenaran ia rela diikat badannya
lalu diarak keliling kampung dan diludahi masyarakat, namun beliau tetap tegar
dalam berdakwah sampai akhir hayatnya (Dari kitab Zadul Ma’ad).
Adapun ulama-ulama yang baru-baru ini meninggalkan kita,
yaitu Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Bazz (2000 M) dan Syaikh
Muhammad Nasiruddin Al-Albani. Mereka adalah ulama-ulama yang gemar berdakwah
dan menyebarkan Islam hingga akhir hayatnya. Begitu juga Syaikh Muhammad Shalih
Al-Utsai-min yang telah wafat pula (1421 H / 2001 M).
Jamaah Jum’at yang dimuliakan Allah.
Seorang da’i haruslah pandai dalam menyampaikan dakwah. Sebab
darinyalah satu sebab dari beberapa sebab umat dapat paham Islam yang benar.
Oleh karena itu dakwahnya harus sesuai Al-Qur’an dan As Sunah serta sesuai
dengan manhaj nubuwwah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Sebagaimana
hal itu sesuai dengan firman Allah:
“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (An-Nahl:
125).
Seorang da’i haruslah selalu introspeksi diri, apakah
dakwahnya karena Allah atau karena yang lain:
Dalam firman Allah di atas tadi, kata bil hikmah, Imam
Syafi’i memberi komentar: “Setiap hikmah dalam Al-Qur’an berarti As-Sunnah”.
Dan berkaitan dengan kata As-Sunah artinya adalah dakwah itu
harus mengikuti sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam, bukan berdakwah
mengajak orang pada golongan, partai tertentu yang marak hari ini, demokrasi,
sekularisme dan lain-lain yang antagonis dengan Islam, silakan lihat komentar
Imam Syafi’i dalam kitab Al-Madkhal fil Aqidah, hal 24.
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Dakwah itu mempunyai urgensi yang banyak sekali, namun
intinya kurang lebih adalah tersebarnya kebenaran pada umat manusia (khususnya
kaum muslimin), lalu mereka bisa merubah pola pikir hidupnya dari jelek menjadi
baik, dari beribadah kepada makhluk berubah menjadi beribadah kepada Khaliq.
Lalu mereka membela Islam, mendakwahkan Islam semampunya hingga dengan usaha
mereka setelah rahmat Allah manusia masuk Islam secara berbondong-bondong.
Maka alangkah bahayanya kalau dakwah itu sampai tidak berjalan,
mogok total tanpa ada yang menjalankan, maka ketika itu adzab Allah akan turun
ke bumi menimpa manusia semuanya. Apakah di dalamnya itu orang beriman atau
bukan beriman. Firman Allah:
“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak khusus
menimpa orang-orang zhalim di antara kamu, dan ketahuilah Allah amat keras
siksanya”. (Al-Anfal: 25).
Jamaah Jum’at yang berbahagia.
Demikian ringkasan dari kutbah Jum’at yang saya sampaikan,
yang intinya sebagai bahan ringkasan dari khutbah tersebut adalah marilah kita
tingkatkan partisipasi kita dalam berdakwah sesuai dengan kemampuan kita,
profesi kita, hingga Allah memanggil kita, karena keutamaan umat ada dalam
dakwah dan kerugian umat akibat meninggalkan dakwah. Sekali lagi mari kita
tingkatkan semangat kita berdakwah sesuai dengan manhaj salafush shalih. Semoga
Allah menolong kita dalam menjalankan perintahNya dan menjauhi laranganNya.
Amin ya Robbal’alamin.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ
هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ
مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah
Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا
لِنَهْتَدِيَ لَوْ لاَ أَنْ هَدَانَا اللهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله
وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ
إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ
تُقَاتِهِ، وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ وَمَلاَئَكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ،
صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَالتَّابِعِيْنَ أَجْمَعِيْنَ بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ
الرَّاحِمِيْنَ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ
حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ.
رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ
رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي
الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ
وَلَذِكْرُ اللهِ
أَكْبَرُ.
Bacaan khutbah Jumat Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الْمَحْمُوْدِ عَلَى كُلِّ حَالٍ، اَلْمَوْصُوْفِ
بِصِفَاتِ الْجَلاَلِ وَالْكَمَالِ، الْمَعْرُوْفِ بِمَزِيْدِ اْلإِنْعَامِ وَاْلإِفْضَالِ.
أَحْمَدُهُ سُبْحَاَنَهُ وَهُوَ الْمَحْمُوْدُ عَلَى كُلِّ حَالٍ. وَأَشْهَدُ أَنَّ
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ ذُو الْعَظَمَةِ وَالْجَلاَلِ وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَخَلِيْلُهُ الصَّادِقُ الْمَقَالِ. اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى عَبْدِكَ وَرَسُوْلِكَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ خَيْرِ صَحْبٍ
وَآلٍ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كثيرا. أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تُقَاتِهِ،
حَيْثُ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ
تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. وَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ
n:
اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ.
Baca
juga artikel tentang “Bahagia itu
dekat, tetapi kita tidak melihatnya” atau “38perkara yang
menyebabkan manusia berbahagia” dan “Cobaan, ujian
itu bukan akhirkehidupan” semoga bermanfaat dan terima kasih atas
kunjungan anda.
0 comments:
Post a Comment