Sudah menjadi kewajiban seorang Muslim
memiliki dua kesadaran, kesadaran sebagai hamba Allah Ta’ala dan kesadaran
sebagai umat Muhammad Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , Jika
kesadaran itu hilang dari jiwa seorang Mukmin maka tindakan dan amalan akan
ngawur dan sembrono yang mengakibatkan Allah Ta’ala tidak akan memberi ganjaran
apapun yang didapat hanyalah siksa.
Kesadaran pertama, kesadaran kita
sebagai hamba Allah Ta’ala yang kita tampakkan dalam setiap aktifitas
sehari-hari dalam bahasa agamanya disebut (إِظْهَاُر الْعُبُوْدِيَّةِ) Sebagai misal
menampakkan kehambaan kepada Allah. Contohnya jika kita mau makan meskipun
seolah-olah padi kita tanam disawah kita sendiri, beras kita masak sendiri maka
ketika mau makan disunnahkan berdo’a:
اَللَّهُمَّ بَاِركْ
لَنَا فِيْهِ وَأَطْعِمْنَا مِنْهُ. (صحيح الترمذي، 3/158).
“yaa Allah berilah kami keberkahan
darinya dan berilah kami makan darinya”
Berarti Allah Ta’ala yang memberi rizki,
bukan sawah atau lainnya. Begitu pula kita punya mobil atau kendaraan lainnya,
meskipun kita membeli kendaraan dengan usaha sendiri, dengan uang sendiri,
namun ketika mau mengendarai disunnahkan berdo’a:
بِسْمِ اللهِ الْحَمْدُ
لِلَّهِ سُبْحَانَ اللهِ الَّذِيْ سَخَّرَ لَنَا هَذَا وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِيْنَ
وَأَنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُوْنَ. (صحيح الترمذي، 3/156).
Ikhwan fillah rahimakumullah
Itulah contoh bahwa setiap
saat kita harus nyatakan kehambaan kepada Allah Ta’ala, jika pernyataan
itu hilang, maka alamat iman telah rusak di muka bumi ini dan akan hilang
kemudian muncul kesombongan dan keangkuhan, hal ini telah terjadi pada zaman
Nabi Musa p yang ketika itu
pengusanya lalim dan sombong sehingga lupa akan status sebagai hamba,
bahkan si raja itu begitu sangat sombongnya sampai ia memproklamirkan dirinya
sebagai tuhan, dia menyuruh kepada rakyatnya agar menyembah kepadanya. Dialah
raja Fir’aun.
Kenyataan di atas sudah tergambar pada
zaman sekarang, begitu banyak orang-orang modern yang seharusnya sebagai hamba
Allah Ta’ala namun banyak diantara mereka yang mengalihkan penghambaan kepada
harta, wanita dan dunia. Setiap hari dalam benak mereka hanya dijejali dengan
berbagai macam persoalan dunia, mencari kenikmatan dan kepuasan dunia saja
tanpa memperhatikan kepuasan akhirat padahal kenikmatan akhirat lebih baik dari
kenikmatan dunia, bahkan lebih kekal abadi.
Ihwan Fillah rahimakumullah
Allah Ta’ala menciptakan manusia bukan
untuk menumpuk harta benda tapi Allah Ta’ala menciptakan manusia dan jin hanya
untuk menyembah kepadaNya.
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia melainkan hanya untuk beribadah kepadaKu.” (Adz-Dzariyat: 56).
Makna penghambaan kepada Allah Ta’ala
adalah mengesakannya dalam beribadah dan mengkhusus-kan kepadaNya dalam
berdo’a, tentang hal ini Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin dalam bukunya
Syarah Tsalasah Usul, memaparkan persoalan penting yang harus diketahui oleh
kaum Muslimin:
اْلأُوْلَى اَلْعِلْمُ وَهُوَ مَعْرِفَةُ اللهِ، مَعْرِفَةُ نَبِيِّهِ
وَمَعْرِفَةُ دِيْنِهِ اْلإِسْلاَمِ بِاْلأَدِلَّةِ. الثَّانِيَةُ اَلْعَمَلُ بِهِ.
الثَّالِثَةُ اَلدَّعْوَةُ إِلَيْهِ.
“Pertama adalah ilmu, yaitu
mengenal Allah, mengenal Rasul dan Dienul Islam dengan dalil dalilnya kedua
mengamalkannya ketiga mendakwakannya.”
Ikhwan fillah rahimakumullah.
Syaikh Muhammad At-Tamimi dalam kitab
Tauhid, membe-rikan penjelasan bahwa ayat di atas, menunjukkan keistimewaan
Tauhid dan keuntungan yang diperoleh di dalam kehidupan dunia dan akhirat. Dan
menunjukkan pula syirik adalah perbuatan dzalim yang dapat membatalkan iman
jika syirik itu besar, atau mengurangi iman jika syirik asghar (syirik kecil).
Akibat buruk orang yang mencampuradukan
keimanan dengan syirik disebutkan Allah Ta’ala:
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa syirik tetapi Dia mengampuni segala dosa selain syirik itu bagi siapa yang
dikehendaki.”
مَنْ مَاتَ وَهُوَ يَدْعُوْ مِنْ دُوْنِ اللهِ نِدًّا دَخَلَ النَّارَ.
(البخاري عن ابن مسعود).
“Barangsiapa yang mati dalam keadaan
menyembah selain Allah niscaya masuk kedalam Neraka.”
مَنْ لَقِيَ اللهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ
وَمَنْ لَقِيَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ. (مسلم عن جابر).
“Barangsiapa menemui Allah Ta’ala (mati)
dalam keadaan tidak berbuat syirik sedikitpun pasti masuk Surga, tetapi
barangsiapa menemuinya (mati) dalam keadaan berbuat syirik kepadaNya pasti
masuk Neraka.”
Ihwan fillah rahimakumullah.
Demikianlah seharusnya, kaum Muslimin
selalu sadar atas statusnya yaitu status kehambaan terhadap Allah Ta’ala. Dan
cara menghamba harus sesuai dengan manhaj yang shohih tanpa terbaur syubhat dan
kesyirikan. Jadi inti penghambaan adalah beribadah kepada Allah Ta’ala dan
tidak melakukan syirik dengan sesuatu apapun.
Kesadaran kedua sebagai ummat Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam
Kesadaran sebagai umat rasul, adalah
menyadari bahwa amalan-amalan kita akan diterima oleh Allah Ta’ala dengan
syarat sesuai sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam . Syaikh Muhammad
bin Shalih Al-Utsaimin menjelaskan konsekuensi mengenal Rasul adalah
menerima segala perintahnya bahwa mempercayai apa yang diberitakannya, mematuhi
perintahnya, menjahui segala larangn-nya, menetapkan perkara
dengan syariat dan ridha dengan putusannya.
Pastilah dari kalangan ahli sunnah
waljama’ah sepakat untuk mengimani dan menjalankan apa-apa yang diperintahnya,
menjauhi larangannya. Tidak diterima ibadah seseorang tanpa mengikuti sunnah
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam sebagaimana hadits berikut:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ. (مسلم).
“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan dalam agama
yang tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim).
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ.
(البخاري ومسلم).
“Barangsiapa yang mengada-ada dalam
perkara agama kami dan tidak ada perintah dari kami maka ia tertolak.”
(HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Melihat hadits di atas, setiap kaum
Muslimin dalam aktifitasnya harus merujuk kepada apa yang dibawa oleh Nabi
Muhammad Shallallaahu alaihi wa Sallam , baik ucapan, perbuatan maupun taqrir
atau ketetapan.
Ihwan fillah Rahimakumullah.
Ingatlah banyak dari kaum Muslimin, yang
menyalahi man-haj Rasulullah, dengan mengatasnamakan Islam. Dan kebanyakan
mereka tidak mengetahui bahwa perbuatan semacam itu menjadi tertolak karena
tidak sesuai dengan sunnah Nabi. Misalnya mereka menyalahi manhaj dakwah
Salafus Shalih, Contohnya berdakwah dengan musik, nada dan dakwa, sandiwara,
fragmen, cerita-cerita, wayang dan lain-lain.
Begitu juga dengan Assyaikh Abdul Salam
bin Barjas bin Naser Ali Abdul Karim dalam bukunya Hujajul Qowiyah menukil
perkataan Al-Ajurri dalam kitab As-Syari’ah bahwa Ali Ra dan Ibnu Masu’d
berkata:
لاَ يَنْفَعُ قَوْلٌ إِلاَّ بِعَمَلٍ وَلاَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ إِلاَّ
بِنِيَّةٍ وَلاَ نِيَّةٌ إِلاَّ بِمُوَافَقَةِ السُّنَّةِ.
“Tidak bermanfaat suatu perkataan kecuali dengan
perbuatan dan tidak pula perkataan dan perbuatan kecuali dengan niat dan niat
pun tidak bermanfaat kecuali sesuai dengan sunnah.”
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ
وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ
هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ
الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. أَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَحْسَنَ
الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Dan sebaik-baik perkataan adalah
Kitabullah Yang Maha Agung dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad
Shallallaahu alaihi wa Sallam , sejelek-jelek urusan adalah perkara yang baru
dan setiap perkara yang baru (dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah
adalah sesat,setiap kesesatan adalah di Neraka. (HR. An-Nasa’i).
Ihwan Fillah rahimakumullah.
Demikianlah dua kesadaran itu harus di
ingat setiap saat karena merupakan sumber petunjuk dalam kehidupan. Dengan
menyadari dua kesadaran yaitu menjalankan syariat sesuai manhaj ahlul hadits
tanpa tercampur bid’ah dan kesyirikan. Dengan demikian mengikuti manhaj
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam dan manhaj para sahabat
sesudahnya yaitu Al-Qur‘an yang diturunkan Allah Ta’ala kepada Rasulnya, yang
beliau jelaskan kepada para sahabatnya dalam hadits-hadits shahih Demikianlah
dua kesadaran itu harus di ingat setiap saat, yaitu kesadaran menegakan kalimah
tauhid berdasarkan manhaj ahlul hadits dan memerintahkan umat Islam agar
berpegang teguh kepada keduanya. Sebagai akhir kata kami tutup dengan hadits:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ شَيْئَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا بَعْدَهُمَا، كِتَابَ
اللهِ وَسُنَّتِيْ وَلَنْ يَتَفَرَّقَا حَتَّى يَرِدَا عَلَى الْحَوْضَ.
“Aku tinggalkan padamu dua perkara yang
kalian tidak akan tersesat apabila berpegang teguh kepada keduanya yaitu
Kitabullah dan sunnahku. Tidak akan bercerai berai sehingga keduanya
mengantarkanku ke telaga (diSurga).” (Dishahikan oleh al-albani dalam kitab
Shahihul jami’)
Wallahu A’lamu bis shawab
Akhiru da’wana Walhamdulillahi Rabbil Alamin
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا
أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ
وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ،
إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ
وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ. اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.
اَللَّهُمَ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِيْنَ وَآمِنْهُمْ فِيْ أَوْطَانِهِمْ. رَبَّنَا
آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
عِبَادَ اللهِ، إِنَّ
اللهَ يَأْمُرُكُمْ بِالْعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ وَإِيتَآئِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى
عَنِ الْفَحْشَآءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ.
فَاذْكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاسْأَلُوْهُ مِنْ فَضْلِهِ يُعْطِكُمْ
وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ.
Bacaan
Khutbah Jum’at kedua
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ
وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ
يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ
وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا
رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ
بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ
ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ
وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا
عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ؛ فَإِنَّ خَيْرَ الْكَلاَمِ كَلاَمُ اللهَ، وَخَيْرَ
الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا
وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
Baca
juga artikel tentang “Bahagia itu
dekat, tetapi kita tidak melihatnya” atau “38perkara yang
menyebabkan manusia berbahagia” dan “Cobaan, ujian
itu bukan akhirkehidupan” semoga bermanfaat dan terima kasih atas
kunjungan anda.
0 comments:
Post a Comment